Nabire, Papua Tengah, Medialiputan6.com – Kapolres Nabire AKBP Samuel D. Tatiratu, S.I.K dan Bupati Nabire Mesak Magai, S.Sos., M.Si memimpin langsung pertemuan mediasi dalam rangka penyelesaian konflik yang terjadi di wilayah Distrik Yaro, Kabupaten Nabire, pada Kamis 15 Mei 2025 bertempat di Mapolres. Pertemuan ini dihadiri oleh para pemangku kepentingan mulai dari pejabat pemerintah daerah, aparat keamanan, kepala distrik, kepala kampung, kepala suku, tokoh agama, tokoh adat, serta masyarakat dari Kampung Komopai, Paroto, dan Ororodo.
Dalam sambutannya, Kapolres Nabire menekankan pentingnya menyelesaikan persoalan dengan kepala dingin. Ia mengajak seluruh pihak untuk mengesampingkan emosi dan lebih mengedepankan hati nurani serta kebijaksanaan dalam menyampaikan pendapat.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kita sudah mulai dengan doa. Saya minta tolong, setiap pendapat yang disampaikan benar-benar dari hati, bukan dari emosi. Kita adalah orang tua, orang dewasa. Maka mari kita selesaikan dengan damai,” ujar Kapolres.
AKBP Tatiratu juga menjelaskan bahwa kehadiran aparat dan pejabat daerah dalam forum ini menunjukkan keseriusan pemerintah dan penegak hukum dalam menjaga stabilitas serta mencari solusi terbaik bagi masyarakat.
Sementara itu, Bupati Nabire Mesak Magai secara tegas menyampaikan bahwa tugas utamanya sebagai kepala daerah adalah melindungi seluruh warga masyarakat di 15 distrik dalam wilayah administrasi Kabupaten Nabire. Ia menolak berbagai tudingan tidak berdasar yang sempat beredar di media sosial, dan menegaskan bahwa tindakan yang ia ambil, termasuk penarikan masyarakat dari wilayah konflik seperti di Jipa dan Topo, bertujuan untuk menghindari bentrokan serta menjaga keamanan bersama.
“Saya ini Bupati Nabire. Bukan Bupati Dogiyai atau Paniai Maka saya wajib lindungi masyarakat Nabire. Viral atau tidak, tanggung jawab saya adalah melindungi warga saya,” tegas Bupati Magai.
Terkait persoalan tanah yang memicu konflik di Distrik Yaro, Bupati menjelaskan bahwa ia memahami sejarah wilayah tersebut dengan baik. Ia menyatakan bahwa surat yang ia keluarkan sebelumnya bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat dalam bahasa yang sederhana agar mudah dimengerti, bukan untuk akademisi atau kalangan terpelajar.
Ia juga menyampaikan bahwa terdapat dokumen lama yang menunjukkan kepemilikan tanah dari muara Kali Kabur hingga ke wilayah yang kini disengketakan, yang ditandatangani oleh beberapa tokoh adat seperti Silas Bopapa dan Yan Boma. Namun, ia mengakui bahwa ada kekurangan dalam penjabaran poin-poin dalam surat tersebut, terutama pada bagian yang belum dijelaskan secara rinci.
Di akhir pidatonya, Bupati Magai menegaskan kembali pentingnya dialog damai dan keterbukaan antar semua pihak. Ia juga meminta masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dengan cara yang baik, serta menghindari kekerasan dan provokasi.
“Kalau ada silang pendapat, mari kita sampaikan dengan baik. Kepolisian hadir untuk menjadi pendingin, bukan pemantik. Mari kita jaga kedamaian bersama,” tutupnya.
_Aw-