Medialiputan6.com, Paniai – Pemerintah Kabupaten Paniai bekerja sama dengan PT PLN (Persero) melalui Unit Pelaksana Proyek Ketenagalistrikan (UP2K) Papua Tengah mempercepat upaya elektrifikasi terhadap 92 desa yang belum tersentuh layanan listrik. Upaya ini menjadi langkah strategis untuk mendorong pemerataan pembangunan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di wilayah Papua yang selama ini tertinggal secara infrastruktur dasar.
Dalam rapat koordinasi yang digelar di Paniai, Bupati Yampit Nawipa, A.md.Tek, menegaskan pentingnya akses listrik sebagai salah satu indikator utama kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah. Dari total 221 desa di Kabupaten Paniai, 92 desa diketahui belum terjangkau jaringan PLN, (24 Juli 2025).
“Kami sangat mengapresiasi dan mendukung segala upaya PLN. Pemerintah Kabupaten akan memastikan kelancaran proyek ini dan menjamin keamanan bagi pelaksana di lapangan,” ujar Bupati Nawipa.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, pembangunan jalan di Distrik Wagemuka yang dijadwalkan dimulai pada Juli 2025 telah disesuaikan untuk mendukung konstruksi jaringan kelistrikan, mencerminkan adanya sinergi lintas sektor demi efisiensi proyek.
Distribusi Prioritas : Dua Distrik Jadi Titik Fokus
PLN UP2K Papua Tengah menetapkan dua distrik prioritas untuk pembangunan jaringan distribusi tahap awal, yakni Distrik Wegemuka dan Distrik Wegebino. Sebanyak 25 desa dari kedua distrik itu akan menjadi fokus pembangunan tahun ini. Di Wegemuka, 15 desa akan dialiri listrik, termasuk Jukekebo, Toko, Obadigai, dan Woubitu. Di Wegebino, pembangunan menjangkau 10 desa, seperti Dagouto, Yimouto, dan Agumaida.
Manager PLN UP2K Papua Tengah, Reinhard Tan Sayori, menegaskan bahwa meski ke-92 desa tersebut tidak tercatat sebagai “desa belum berlistrik” secara statistik nasional, realitas di lapangan menunjukkan banyak desa belum menikmati pasokan listrik PLN yang stabil dan aman.
“PLN menaruh perhatian khusus terhadap desa-desa ini demi menjamin keandalan jaringan dan kualitas layanan. Fokus kami tidak hanya membangun, tetapi juga memastikan keberlanjutan,” tegas Reinhard.
Ketimpangan akses listrik di Papua bukan semata soal teknis, tapi juga persoalan struktural dan geografis. Kabupaten Paniai dengan topografi pegunungan dan akses darat yang terbatas membuat distribusi energi menjadi tantangan berat. Fakta bahwa hampir 42% desa di Paniai belum dialiri listrik PLN menunjukkan masih lebarnya jurang pembangunan antara Papua dan wilayah lain di Indonesia.
Ketiadaan listrik berarti keterbatasan akses pendidikan di malam hari, pelayanan kesehatan yang bergantung pada genset, hingga stagnasi ekonomi lokal akibat tidak tersedianya fasilitas produksi modern.
Program elektrifikasi ini, jika dieksekusi dengan konsisten, bukan hanya soal membangun jaringan kabel. Ini adalah bentuk pengakuan negara terhadap hak dasar masyarakat Papua: hak atas terang, hak atas kemajuan.
Namun demikian, keberhasilan program ini sangat ditentukan oleh koordinasi lintas sektor, kesiapan infrastruktur pendukung, serta pendekatan budaya terhadap masyarakat adat yang tinggal di daerah terpencil. Tanpa pendekatan partisipatif dan berkelanjutan, proyek listrik bisa menjadi infrastruktur fisik tanpa makna sosial.
Langkah percepatan elektrifikasi yang dilakukan PLN dan Pemerintah Kabupaten Paniai merupakan sinyal positif bagi masa depan Papua Tengah. Namun tantangannya nyata: dari logistik hingga keberlanjutan layanan. Dalam konteks ini, kolaborasi yang kuat, transparansi anggaran, dan pendekatan kemanusiaan menjadi kunci agar proyek “Paniai Terang” tidak hanya sukses secara administratif, tetapi juga berdampak pada kualitas hidup masyarakat. (Aw)