Mojokerto,Jatim, Medialiputan6.com-
Meriahnya Pameran Kebencanaan dalam rangka Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) tahun 2025 semakin semarak dengan hadirnya inovasi pemanfaatan air hujan. Stand Banyu Bening menjadi salah satu pusat perhatian pengunjung, yang antusias mengamati hingga mencoba langsung sajian air hujan hasil olahan metode ISLAH (Instalasi Lumbung Air Hujan).
Kehadiran Andre Notohamijoyo, Asisten Deputi Pengurangan Risiko Bencana Kementerian PMK, memberi kehormatan tersendiri bagi stand Banyu Bening. Dalam kesempatan itu, Andre menegaskan perlunya perubahan paradigma masyarakat terkait air hujan.
“Di Indonesia, hujan sering dianggap ancaman bencana, bukan sumber daya. Padahal dengan teknologi sederhana, air hujan bisa menjadi solusi atas krisis air bersih,”ujarnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kontradiksi Air di Indonesia
Indonesia kerap dilanda banjir saat musim hujan, sementara di musim kemarau justru menghadapi kekeringan dan krisis air bersih. Ironisnya, negeri dengan curah hujan tinggi ini belum optimal dalam memanfaatkannya. Masalah bertambah dengan maraknya penyedotan air tanah berlebihan serta keterbatasan pasokan dari PDAM.
Metode ISLAH: Solusi Rumah Tangga yang Sederhana
Andre menekankan bahwa pemerintah daerah (Pemda) memiliki kewajiban untuk memfasilitasi penerapan metode panen air hujan di masyarakat. Hambatan utama, menurutnya, bukan pada teknologinya, melainkan administrasi dan birokrasi yang memperlambat gerakan ini.
Metode ISLAH yang dikembangkan Banyu Bening, dinilai sederhana, praktis, dan dapat diaplikasikan di tingkat rumah tangga. Dengan demikian, gerakan ini bisa menjadi solusi jangka panjang untuk mengurangi risiko bencana hidrometeorologi sekaligus menjawab kebutuhan air bersih.
Komitmen Banyu Bening
Founder Banyu Bening, Sri Wahyuningsih, S.Ag (Yu Ning), menyampaikan harapannya agar metode ISLAH bisa diterapkan secara luas.
“Kami ingin kebermanfaatan ISLAH dapat dirasakan di setiap daerah di Indonesia, sehingga masalah air bersih bisa teratasi dengan cara yang murah, mudah, dan ramah lingkungan,” tutur Yu Ning.
Pemda Sebagai Motor Gerakan Panen Air Hujan
Pemerintah daerah diharapkan tidak hanya menjadi regulator, tetapi juga motor penggerak edukasi dan diseminasi panen air hujan. Gerakan ini selaras dengan pembangunan berkelanjutan, yang berbasis pada keseimbangan ekologi, ekonomi, dan sosial budaya.
Bulan PRB 2025 kali ini membawa pesan penting: air hujan bukan lagi ancaman, melainkan harapan untuk ketahanan air Indonesia di masa depan.
Bulan PRB 2025 – Tangguh Rek!
@Andisuka_2025